"Wajah baru nih, di?" Pak Sutan menegurnya,"Pantesan saja, hari ini hujan nggak turun-turun, ternyata oh ternyata ada yang potong rambut." lanjut Sutan.
"Ah, Pak Sutan ini bisa aja." Aldi terkekeh malu.
"Betul itu!"
"Saya cuma merasa kurang nyaman aja sebagai pegawai intansi kalau rambut masih saya biarkan lebih dari tujuh senti meter."Aldi berusaha membela.
"Ha-ha...! Betul itu! Memng seharusnya seperti itu kalau pegawai!" Kini senyuman yang disunggingkan Pak Sutan lebih ramah, dibanding senyuman ejekan licik yang pertama.
Aldi menyimpan tas gendongnya di bawah meja, yang terbuat dari kayu mahoni tua. Semakin tua umurnya, nilai artistiknya terlihat lebih nampak. Aldi membuka notebook, kemudian memeriksa akun emailnya. Rutinitas yang setiap hari dilakukan sebelum memulai aktivitas lain di kantor. Sebelum Aldi selesai memeriksa akun emailnya, Pak Sutan setengah berbisik, "Di, kamu dicari Pak Kepsek. Katanya suruh menghadap sekitar pukul sembilan."
"Oh, makasih Pak. Tapi ada apa ya? Soalnya laporan-laporan kepegawaian per bulan Desember sudah diserahkan kemarin siang."
"Saya kurang tahu kalau masalah itu, Di"
"Baiklah Pak, terima kasih banyak atas infonya." Aldi melanjutkan memeriksa akun emailnya. Pikirnya, sekarang kan baru pukul delapan kurang sepuluh menit, masih ada cukup waktu sampai pukul sembilan.
Aldi melanjutkan membaca email-email yang masuk. Tak ada yang menarik perhatiannya. Semua email yang masuk hanya berisi notifikasi dari jejaring sosial.
"Di, kemari sebentar!" suara panggilan itu tiba-tiba memecah konsentrasi Aldi dan spontan memalingkan pandangan ke arah dimana suara itu berasal. Dan ya, Aldi mengenali suara itu. Itu suara...
"Iya, baik Pak!"
"Dia sudah tidak sabar mungkin, Di" celetuk Pak Sutan sambil terkekeh geli.
Aldi pun berlalu meninggalkan ruang Tata Usaha dan berbelok ke koridor kanan yang langsung berhadapan dengan ruang Kepala Sekolah.
"Kemari, Di! Masuklah!"
Aldi agak merundukkan punggunggnya, demi memberikan salam hormat kepada atasannya itu.
"Apa ini berkaitan dengan laporan Desember yang kemarin sore Pak? Ada kekurangan?" Aldi mengawali pembicaran dengan sedikit tergesa-gesa.
"Oh, bukan! Sama sekali bukan!" Pak Sode menajawab datar. Pak Sode ini ... Ah sudahlah, deskripsinya akan terlalu panjang untuk Pak Sode, pikir Aldi.
"Lalu, adakah hal yang sepenting ini Pak?"
"Lumayan, penting!"
"Baiklah, Pak! Saya menyimak!"
"Begini, Di. Kamu kan sudah cukup lama bekerja di sini, sebagai... pegawai tidak tetap tentunya."
Aldi terlihat sedikit menegang, kemudian beberapa kali menelan ludahnya.
"Iya Pak, lalu...?"
"Saya ada tawaran bagus." "Ya, kita buka-bukaan saja, Di!" lanjutnya.
"Begini, Aldi tentu sudah harus memikirkan masa depan. Membeli rumah, salah satunya atau memiliki kendaraan sendiri."
"Lalu, bapak mau memberikan kredit untuk saya?" celetuknya.
"Ha-ha! Bukan, tentu saja bukan!" "Saya juga masih perlu memberi makan anak-istri, kenapa harus memberi kredit kepada orang lain." sunggingan senyum licik menghias bibir Pak Sode.
Ambigu dalam benak Aldi semakin menjadi, ketika Pak Sode dengan perlahan menepuk pundak Aldi.
"Delapan puluh saja!" ucap Pak Sode singkat.
Aldi memeras otaknya dan berusaha memikirkan apa maksud dari 'delapan puluh saja' itu.
"Siapkanlah kelengkapan administrasi seperti; copy ijazah terakhirmu, ktp, kk dan sk pengangkatan tenaga honornya. Dalam satu minggu kamu akan mendapat amplop berisi SK penempatan tugas."
"Apa?" Aldi tersentak kaget!
"Ya, cukup delapan puluh!"
Aldi mencium bau busuk rencana Pak Sode. Tapi ia tak mau berperasangka buruk terlebih dahulu.
"Kalaupun tidak mampu sekarang, Saya berikan alternatif lainnya. Kumpulkan administrasinya, namun setelah menerima amplop sk penempatan tugas, cairkanlah 80 untuk saya. Mudahkan, Di?"
"...Pak?"
"Tidak perlu bertanya dulu darimana, Di. Saya punya cukup koneksi yang kuat di atas. Jangan khawatir."
Terjawab sudah ambigu besar Aldi sekarang. Si licik Sode memang busuk, pikirnya.
"Terima kasih, atas penawarannya Pak! Tapi, saya lebih baik mengundurkan diri terhormat dan memilih menulis saja daripada harus memberi nominal 80 untuk Bapak." ketus Aldi.
"Dasar anak muda, Idealis!"
"Saya permisi, Pak!"
"Pikirkanlah, satu hari kemudian kamu akan berubah pikiran. Kau harus tau arti masa depanmu, anak muda."
Aldi menoleh, dan tersenyum lebar mendengar ucapan Pak Sode.
"Sepertinya, Bapak yang harus lebih memikirkan masa depan Bapak."
Sekonyong-konyong Aldi mengeluarkan ponselnya. Dan melanjutkan, "Semuanya telah on the record, Pak.".
Seketika itu juga, mimik Pak Sode berubah seratus delapan puluh derajat. Wajahnya pucat pasi. Pak Sode tidak menyangka, Aldi merekam semua percakapannya dalam ponsel. Pak Sode berdiri tak bergeming, sementara Aldi menutup pintu.Aldi keluar dari ruang Kepala Sekolah dengan hati gembira dan penuh kemenangan.
-VL-